Dulu banget, seorang teman, Mocha, men-tagging saya dalam notes-nya, The World Deadliest Woman. Isinya sungguh menarik. Bercerita tentang seorang wanita Irak, Dr. Rihab Taha, seorang ilmuwan yang bertugas memimpin program senjata biologi Irak, yang membuatnya menjadi ilmuwan paling berbahaya, hingga dijuluki sebagai Dr. Germ alias Dr. Kuman, dan dianggap sebagai ancaman terbesar setelah perang dingin oleh AS dan sekutunya, dan untuk itu ia harus dilenyapkan dengan taruhan apapun. Inilah salah satu alasan utama mengapa akhirnya AS perang dengan Irak.
Kisahnya berawal pada tahun 1979, saat ia berangkat ke Inggris untuk belajar di bidang plant toxins, tanaman beracun. Ia pun memperoleh gelar PhD di University of East Anglia di Norwich, dimana ia memdalami biologi secara serius dan terfokus pada bidang penularan penyakit. Dia sosok yang sederhana, tak banyak lagak. Sangat pendiam dan pemalu. Bahkan pengajarnya selama 4 tahun, Dr. John Turner, mantan pimpinan jurusan biologi di universitas tersebut mengatakan, “Dari semua mahasiswa yang pernah saya didik, dialah orang terakhir yang saya duga mampu melakukan hal mengerikan semacam itu.”
Sesudah Dr. Taha kembali ke Irak, Saddam Husein langsung memerintahkannya untuk memimpin program pengembangan senjata biologis. Seperti halnya bom atom, senjata ini tentunya sanggup membunuh jutaan manusia tanpa perlu pengetahuan teknis tinggi maupun biaya yang mahal.
Sesuai informasi yang disampaikan mantan pimpinan Tim Pengawas Senjata Biologi Irak di PBB, Richard Spretzel, menurut perkiraan PBB, Dr. Taha telah mengembangkan 8.400 liter anthrax dan berbagai senjata biologis lain. Ia membuat 19.000 liter botulinum, racun yang bisa membuat korbannya mati lemas dengan lidah membengkak. Ia memproduksi 2.000 liter aflatoxin, yang mampu menghancurkan sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan pertumbuhan kanker secara cepat. Ia juga mengembangkan ganggren, yang bisa membuat kulit manusia mencair dan mengelupas.
Tim Pengawas PBB pun menduga bahwa Dr. Taha sengaja menjadikan para tahanan Irak sebagai kelinci percobaan terhadap sejumlah senjata biologis buatannya, untuk mengamati efeknya jika digunakan dalam perang. Karena para tahanan tersebut banyak yang mengalami kebutaan, pendarahan mata, demam Crimen Congo, cacar unta dan penyakit-penyakit mengerikan lainnya, dimana akhirnya mereka mati perlahan-lahan akibat kehilangan darah dari luka-luka terbuka di kulitnya.
Sementara pemerintah Irak sendiri tidak mau diajak bekerja sama. Bahkan setelah diajukan enam laporan berbeda soal bukti-bukti adanya program pengembangan senjata biologis di negaranya, Irak membantah semuanya. Setiap Tim Pengawas Senjata Biologis Irak melakukan penggerebekan di sejumlah tempat yang diduga sebagai laboratoriumnya, setiap kali pula mereka hanya menemukan gudang kosong yang sepertinya baru dibersihkan secara terburu-buru, dengan dokumen-dokumen yang masih terbakar di tempat sampah.
Mengapa Dr. Taha selalu selangkah di depan Tim Pengawas? Karena menurut rumor, ia adalah istri simpanan Letjen Amer Rashid, pejabat militer Irak yang ditugaskan bekerja sama dengan Tim Pengawas. Tak heran bila selama bertahun-tahun Tim Pengawas PBB tak pernah berhasil menemukan bukti keberadaan senjata biologis di Irak.
Bagi saya pribadi, entah apakah cerita ini benar atau tidak. Ada beberapa yang janggal. Pertama, tidak diceritakan bagaimana caranya PBB bisa memperkirakan senjata biologis apa saja yang dikembangkan oleh Dr. Rihab Taha, hingga memastikan seberapa banyak senjata tersebut telah dibuat. Kedua, semuanya hanya berdasarkan perkiraan. Bukti keberadaan senjata biologis tersebut pun tak pernah ditemukan. Ketiga ada sejumlah paragraf yang menceritakan bahwa Tim PBB sempat mengkonfrontasi Dr. Taha dengan bukti-bukti yang kuat dan mengatakan bahwa Dr. Taha bangga dengan apa yang dilakukannya, bahwa ia tak ragu menampilkan diri sebagai otak di balik senjata biologis Irak. Dengan begitu, seharusnya Dr. Taha bisa dikatakan sudah mengakui bahwa ia yang bertanggung jawab. Mengapa dari pengakuan tersebut tidak bisa dikembangkan menuju pembuktian keberadaan senjatanya? Aneh. Dan terakhir, jika memang senjata biologis itu ada, mengapa saat perang Irak-AS terjadi dan diakhiri tertangkapnya Saddam Husein, berbagai senjata biologis tersebut tak pernah digunakan?
Di sisi lain, jika cerita ini benar adanya, bahwa memang ada seorang Dr. Taha yang sanggup membuat berbagai senjata biologis tersebut, dimana dalam notesnya, Mocha mengangkat jempolnya untuk seorang wanita yang dianggap paling berbahaya dan sanggup membuat AS dan Israel sekutunya tak berdaya, karena ia sangat jenius, maka saya tak begitu setuju dengannya. Saya pun langsung menulis komentar bahwa itulah devil sebenarnya, seorang ibu yang sanggup membuat racun mematikan buat bayi2 sama sekali bukanlah tokoh yang layak dikagumi. Nah, satu hal yang akhirnya saya tertarik untuk membahasnya lagi di sini adalah komentar temannya yang lain, berikut saya kutip di sini:
“Mocha.. notenya sungguh menarik.. :) Menghadapi perkembangan persenjataan, bagaimana sikap kaum Muslim, terutama dalam peperangannya melawan musuh? Apakah mereka dibolehkan menggunakan senjata-senjata tersebut? Allah Swt. telah memerintahkan kita—kaum Muslim—untuk berjihad fi sabilillah. Itu berarti kita wajib melakukan peperangan melawan musuh-musuh kita yang kafir/musyrik dengan menggunakan persenjataan. Sebab, jihad bermakna berperang secara fisik/militer; senjata melawan senjata. Allah Swt. tidak membatasi/menentukan jenis persenjataan tersebut. Jadi, semua jenis senjata yang dapat digunakan untuk berjihad fi sabilillah melawan negara-negara kafir/musyrik dibolehkan. Alasannya, karena nash-nash syariat tidak menentukan atau membatasi jenis persenjataan maupun sarana tertentu yang digunakan untuk memerangi musuh Allah Swt.”
No comments:
Post a Comment